Pendidikan Agama Katolik



A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan sarana yang paling utama untuk memberikan respons konstruktif terhadap permasalahan kehidupan sehari-hari, agar kualitas kehidupan manusia semakin meningkat. Menyadari akan pentingnya posisi strategis pendidikan sebagai sarana memajukan peradaban bangsa, Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada pemerintah agar menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional. Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah telah menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional.


Menurut Undang-undang tersebut tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara demokratis, serta bertanggung jawab.

Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari bahwa peran agama amat penting bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Pendidikan Agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa dan berakhlak mulia serta peningkatan potensi spiritual. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi spiritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.

Pendidikan Agama Katolik adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memperteguh iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungan kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.

Dari pengalaman dapat dilihat bahwa apa yang diketahui (pengetahuan, ilmu) tidak selalu membuat hidup seseorang sukses dan bermutu. Tetapi kemampuan, keuletan dan kecekatan seseorang untuk mencernakan dan mengaplikasikan apa yang diketahui dalam hidup nyata, akan membuat hidup seseorang sukses dan bermutu. Demikian pula dalam kehidupan beragama. Orang tidak akan beriman dan diselamatkan oleh apa yang ia ketahui tentang imannya, tetapi terlebih oleh pergumulannya bagaimana ia menginterpretasikan dan mengaplikasikan pengetahuan imannya dalam hidup nyata sehari-hari. Seorang beriman yang sejati seorang yang senantiasa berusaha untuk melihat, menyadari dan menghayati kehadiran Allah dalam hidup nyatanya, dan berusaha untuk melaksanakan kehendak Allah bagi dirinya dalam konteks hidup nyatanya. Oleh karena itu Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan salah satu usaha untuk memampukan peserta didik menjalani proses pemahaman, pergumulan dan penghayatan iman dalam konteks hidup nyatanya. Dengan demikian proses ini mengandung unsur pemahaman iman, pergumulan iman, penghayatan iman dan hidup nyata. Proses semacam ini diharapkan semakin memperteguh dan mendewasakan iman peserta didik.


B. Hakekat dan Tujuan Pendidikan Agama Katolik


1. Hakekat Pendidikan Agama Katolik

Pendidikan Agama Katolik adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan pada siswa untuk memperteguh iman dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agam Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungn kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
Secara lebih tegas dapat dikatakan bahwa pendidikan Agama Katolik disekolah merupakan salah satu usaha untuk memampukan siswa berinteraksi (berkomunikasi), memahami, menggumuli dan menghayati iman. Dengan kemampuan berinteraksi antara pemahaman iman, pergumulan iman dan penghayatan iman itu diharapkan iman siswa semakin diperteguh.


2. Tujuan Pendidikan Agama Katolik

Pendidikan Agama Katolik (PAK) pada dasarnya bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan untuk membangun hidup yang semakin beriman. Membangun hidup beriman Kristiani berarti membangun kesetiaan pada Injil Yesus Kristus, yang memiliki keprihatinan tunggal, yakni Kerajaan Allah. Kerajaan Allah merupakan situasi dan peristiwa penyelamatan: situasi dan perjuangan untuk perdamaian dan keadilan, kebahagiaan dan kesejahteraan, persaudaraan dan kesetiaan, kelestarian lingkungan hidup, yang dirindukan oleh setiap orang dari pelbagai agama dan kepercayaan.


C. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Katolik

Ruang lingkup pembelajaran dalam Pendidikan Agama Katolik mencakup empat aspek yang memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Keempat aspek yang dibahas secara lebih mendalam sesuai tingkat kemampuan pemahaman peserta didik adalah:
Pribadi peserta didik; Aspek ini membahas tentang pemahaman diri sebagai pria dan wanita yang memiliki kemampuan dan keterbatasan, kelebihan dan kekurangan dalam berelasi dengan sesama serta lingkungan sekitarnya.
Yesus Kristus; Aspek ini membahas tentang bagaimana meneladani pribadi Yesus Kristus yang mewartakan Allah Bapa dan Kerajaan Allah.
Gereja; Aspek ini membahas tentang makna Gereja, bagaimana mewujudkan kehidupan menggereja dalam realitas hidup sehari-hari.
Kemasyarakatan; Aspek ini membahas secara mendalam tentang hidup bersama dalam masyarakat sesuai firman/sabda Tuhan, ajaran Yesus dan ajaran Gereja


D. Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.

Dalam pendidikan Agama Katolik, Pendekatan Pembelajaran lebih ditekankan pada pendekatan yang didalamnya terkandung 3 proses yaitu proses pemahaman, pergumulan dan penghayatan iman dalam konteks hidup nyata sehari-hari. Proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dimulai dari penggalian dan pendalaman pengalaman hidup sehari-hari, diteguhkan dalam terang Kitab Suci / ajaran Gereja, yang pada akhirnya diwujudnyatakan dalam tindakan konkrit sehari-hari.



BAB II

LANDASAN PENATAAN KURIKULUM

PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK


A. Landasan Yuridis

Landasan berlakunya kurikulum Pendidikan Agama Katolik sebagai berikut:
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
Peraturan Mendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
Peraturan Mendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas Nomor 22 dan 23 Tahun 2006
Peraturan Mendiknas Nomor 6 Tahun 2007 tentang Perubahan Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006.

B. Landasan teoritis

Dalam hidup anak pendidikan memiliki tempat dan peran yang amat penting. melalui pendidikan, anak dibantu dan distimulir menumbuhkembangnya dirinya menuju kedewasaannya secara menyeluruh. Begitu juga dalam kehidupan beragama dan beriman pendidikan iman mempunyai peran dan tempat yang utama. Meski perkembangan hidup beriman pertama-tama merupakan karya Allah sendiri yang menyapa dan membimbing anak menuju kesempurnaan hidup berimannya, namun manusia bisa membantu perkembangan hidup beriman anak dengan menciptakan situasi yang memudahkan semakin erat dan mesaranya hubungan Allah dengan anak. Dengan demikian pendidikan iman tidak dimaksudkan untuk mencampuri secara langsung perkembangan hidup beriman anak yang merupakan suatu misteri, tetapi untuk menciptakan situasi dan nuansa kehidupan yang membantu serta memudahkan perkembangan hidup beriman anak.

Pendidikan pada umumnya, termasuk pendidikan iman, merupakan hak dan kewajiban utama dan pertama orangtua. Dalam membantu orangtua menjalankan hak dan kewajiban yang utama dan pertama itu mereka dibantu oleh Negara dan lembaga pendidikan. Terkait dengan pendidikan iman, hal itu berarti bahwa orangtualah yang memiliki hak dan kewajiban pertama dan utama dalam memberikan pendidikan iman kepada anak-anaknya. Pendidikan iman dimulai dan dilaksanakan di rumah. Pendidikan yang dimulai di rumah diperkembangkan lebih lanjut dengan bantuan pastor, katekis dan guru agama. Negara mempunyai kewajiban untuk menjaga dan memfasilitasi agar pendidikan iman bisa terlaksana dengan baik sesuai dengan iman amsing-masing.


Pendidikan Agama Katolik

Salah satu bentuk dan pelaksanaan pendidikan iman adlah pendidikan iman yang dilaksanakan secara formal dalam konteks sekolahyang disebut pelajaran agama. Dalam konteks Agama Katolik pelajaran agama di sekolah dinamakan Pendidikan Agama Katolik (PAK) yang merupakan salah satu realisasi tugas dan perutusannya untuk menjadi pewarta dan saksi Kabar Gembira Yesus Kristus.

Melalui PAK peserta didik dibantu dan dibimbing agar semakin mampu memperteguh iman terhadap Tuhan sesuai dengan agama Katolik dengan tetap memperhatikan dan mengusahakan penghormatan terhadap agama dan kepercayaan lain. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan hubungan antar umat beragama yang harmonis dalam masyarakat Indonesia yang plural demi terwujudnya persatuan nasional. Dengan kata lain PAK bertujuan membangung hidup semakin beriman peserta didik. Membangun hidup beriman Kristiani berarti membangun kesetiaan pada Injil Yesus Kristus yang memiliki keprihatinan tunggal terwujudnya Keajaan Allah dalam hidup manusia. Kerajaan Allah merupakan situasi dan peristiwa penyelamatan, yaitu situasi dan perjuangan untuk perdamaian dan keadilan, kebahagiaan dan kesejahteraan, persaudaraan dan kesatuan, kelestarian lingkungan hidup yang dirindukan oleh setiap orangdari pelbagai agama dan kepercayaan.


Kompetensi Peserta Didik

PAK tidak sekadar menyampaikan pengetahuan iman Katolik, tetapi dan terutama membantu dan membimbing peserta didik agar mampu menghayati imannya, dalam arti mampu memahami, merefleksi dan menerapkan pengetahuan imannya dalam hidup nyata sehari-hari. Pengetahuan dan ilmu tidak selalu membuat hidup seorang menjadi sukses dan bermutu. Seorang akan berhasil dan bermutu dalam hidupnya berkat kemampuan, keuletan dan kecekatannya mencernakkan dan menerapkan apa yang diketahuinya dalam hidup nyata sehari-hari. Demikian juga dengan hidup beragama. Seorang diselamatkan dan dinyatakan berhasil dalam hidup berimannya bukan oleh pengetahuan tentang imannya, tetapi terutama oleh usahanya menginterpretasi dan menerapkan pengetahuan imannya dalam hidup nyatanya sehari-hari.

Kemampuan peserta didik dalam hidup beriman semakin mendesak pada zaman sekarang yang ditengarai oleh adanya arus globalisasi. Kemajuan pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam bidang media, yang menyertai arus globalisasi membawa banyak perubahan, termasuk perubahan nilai, baik yang konstruktif maupun destruktif. Menghadapi tawaran yang mengandung pelbagai macam nilai itu peserta didik harus dibekali dan memiliki iman yang mempribadi dan bisa dipertanggungjawabkan. Kemampuan penghayatan iman semacam itu semakin diperlukan dengan adanya kenyataan lain, yaitu adanya krisis multi dimensi yang sedang dialami bangsa Indonesia saat ini. Krisis itu mencakup dalam bidang hukum, politik, ekonomi, budaya, kejujuran, keadilan, kelestarian lingkungan hidup dan sebagainya.


Pendiddikan Komprehensif

PAK harus komprehensif: memuat unsur-unsur pokok iman Katolik yang menyeluruh. Unsur-unsur ini diperoleh dari pengalaman seorang beriman Katolik. Seorang beriman Katolik menemui dirinya sebagai seorang pribadi yang unik, memiliki kemampuan dan kekurangan yang hidup dalam kebersamaan dengan orang lain dalam lingkungan tertentu. Dalam dirinya ada kerinduan akan yang ilahi. Kerinduan akan yang ilahi ini terpenuhi dalam dan melalui yesus Kristus yang diimaninya sebagai Penyelamat. Ia juga menyadari akan adanya orang-orang lain yang memilii iman yang sama. Kebersamaan dirinya denga orang-orang lain yang memiliki iman yang sama menciptakan paguyuban orang beriman yang disebut Gereja. Ia menyadari juga bahwa Gereja dipanggil dari dan diutus ke masyarakatnya sebagai pewarta dan sakramen keselamatan. Dari pengalaman seorang beriman Katolik semacam itu ditemukan empat unsur yang perlu dijadikan bahan kajian dalam PAK. Keempat unsur itu iala Aku, Yesus Kristus, gereja dan Masyarakat.


Pendekatan PAK

Karena PAK bertujuan untuk membantu tercapainya kompetensi peserta didik dalam penghayatan imannya, pendekatan dan proses belajar-mengajar yang dipergunakan adalah sebagai berikut. Pertama-tama peerta didik diajak untuk mengamati dan merefleksi kenyataan hidup di sekitarnya. Kemudian hasil pengamatan dan refleksi tiu disoroti dan dihadapkan dengan iman yang diambil dari Kitab Suci atau ajaran Gereja. Hal ini diharapkan menimbulkan perubahan batin peserta didik, yang diwujudkan dalam pembaruan hidup.

C. Landasan empiris


Keinginan mencapai kesuksesan hidup

Pengetahuan tidak tentu membuat hidup orang sukses dan bermutu. Tapi kemampuan, keuletan dan kecekatan orang mencernakan dan menerapkan pengetahuan dalam hidup nyata itulah yang membuat hidup orang sukses dan bermutu.

Dalam hidup beragama orang diselamatkan bukan oleh pengetahuan tentang imannya, tapi oleh kemampuannya menginterpretasi dan menerapkan pengetahuan tentang imannya dalam hidup nyata sehari-hari.


Arus globalisasi

Masuknya arus globalisasi menyebabkan terjadinya krisis multi dimensi pada saat ini, seperti:
a. Budaya materialisme dan hedonisme.

Pandangan bahwa hidup yang betul adalah hidup berlimpah materi dan kesenangan. Hidup hanya mempunyai arti dan manusia hanya diakui oleh orang lain bila penuh kemewahan dan kenikmatan.
b. Individualisme

Individualisme terjadi sebagai akibat terjadinya pembedaan antara fungsi-fungsi dalam kehidupan, misalnya hidup dalam keluarga dan pekerjaan semakin tidak ada sangkut pautnya satu sama lain. Kekeluargaan dibatasi pada keluarga yang sungguh inti, pergaulan dengan tetangga dan partisipasi dalam kegiatan kampung dirasakan sebagai gangguan. Hidup semakin individualistik dan privatistik
c. Pluralisme

Orang dari pelbagai suku, daerah, agama, budaya, politik bercampur baur. Kontrol sosial, termasuk terhadap pelaksanaan keagamaan makin berkurang. Orang semakin otonom, menentukan sendiri keterlibatan dalam agama. Dengan demikian agama semakin menjadi urusan pribadi.
d. Tantangan fundamentalisme
Kita temukan fundamentalisme dalam kehidupan beragama yang sering ditunggangi kepentingan politik.
Ada juga fundamentalisme non-agama: regionalisme, sukuisme, dan sebagainya.
e. Masyarakat Audio-Visual

Media massa (radio, TV, internet, dunia maya) memiliki kekuatan luar biasa, sehingga nilai dan pandangan hidup masyarakat ditentukan olehnya.


Krisis etika dan moral

Banyak masalah yang sedang dihadapi bangsa ini terutama yang berkaitan dengan krisis etika dan moral. Masalah utama moral bangsa kita ini antara lain hilangnya kejujuran, hilangnya rasa tanggung jawab, krisis kerjasama, hilangnya keadilan, rendahnya disiplin, krisis kepedulian. Sehingga banyak perilaku anak bangsa ini dalam berpolitik, berekonomi, melaksanakan hukum dan sebagainya tanpa didasari oleh etika dan moral. Kerusakan moral ini hampir di segala bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.


Runtuhnya keadaban publik.

Semakin disadari bersama bahwa hidup kita sekarang ini telah menjadi begitu lemah, karena tidak ditata berdasarkan iman dan ajaran agama. Hidup tidak lagi sesuai dengan nilai-nilai budaya dan cita-cita mulia kehidupan berbangsa. Hati nurani tidak dipergunakan, perilaku tidak dipertanggungjawabkan kepada Allah dan sesama. Perilaku lebih dikendalikan oleh perkara-perkara yang menarik indera dan menguntungkan sejauh perhitungan materi, uang dan kedudukan di tengah masyarakat. Dalam kehidupan bersama, terutama kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara manusia menjadi egoistik, konsumeristik dan materialistik. Untuk memperoleh harta dan jabatan, orang sampai hati mengorbankan kepentingan orang lain, sehingga martabat manusia diabaikan. Semua ini menjadi indikasi bahwa keadaban bangsa ini sudah mulai runtuh.





Sumber : https://vinsenpatn.wordpress.com/

Categories:

Leave a Reply